Bismillahirahmanirahim
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Kita sebagai orang tua seringkali
mengikutkan anak kita berbagai macam les tambahan di luar sekolah seperti les
matematika, les bahasa inggris, les fisika dan lain-lain. Saya yakin hal ini
kita dilakukan untuk mendukung anak agar tidak tertinggal atau menjadi yang
unggul di sekolah. Bahkan, terkadang ide awal mengikuti les tersebut tidak
datang dari si anak, namun datang dari kita sebagai orang tua. Benar tidak?
Memang, saat
ini kita menganggap tidak cukup jika anak kita hanya belajar di sekolah saja,
sehingga kita mengikutkan anak kita bermacam-macam les. Kita ingin anak kita
pintar berhitung, kita ingin anak kita mahir berbahasa inggris, kita juga ingin
anak kita jago fisika dan lain sebagainya. Dengan begitu, anak memiliki
kemampuan kognitif yang baik.
Ini tiada lain
karena, pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk
memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognisi. Dengan pemahaman seperti itu,
sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari
telah terabaikan. Apa itu? Yaitu memberikan pendidikan karakter pada anak
didik. Saya mengatakan hal ini bukan berarti pendidikan kognitif tidak penting,
bukan seperti itu!
Maksud saya,
pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif.
Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya
justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya
yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak
jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti
tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.
Tawuran antar Pelajar
Stop Tawuran !!!!
Ada
sebuah kata bijak mengatakan, ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu
adalah lumpuh. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan
karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun
dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan
berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan
kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan
dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan
pendidikan karakter anak didik. Lalu apa sih pendidikan karaker itu?
Jadi,
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan
nilai-nilai karakter pada anak didik. Saya mengutip empat ciri dasar pendidikan
karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman
yang bernama FW Foerster.
Pertama, pendidikan karakter menekankan setiap
tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma
yang ada dan berpedoman pada norma tersebut.
Kedua, adanya koherensi atau
membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan
menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak
takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.
Ketiga, adanya otonomi, yaitu
anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi
nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil
keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.
Keempat,
keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam
mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan
atas komitmen yang dipilih.
Pendidikan
karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi
basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak
mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan,
kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya. Pendidikan
karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan
kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan.
Berdasarkan
penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang
tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan
kognisinya (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan
orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya
ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill.
Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater
pada anak didik.
Berpijak pada
empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam
pola pendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman
sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan
peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan
apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport
anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anak didik
akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau
menurut saya, sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan
memilih kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni
dengan cara berkomitmen pada pilihan tersebut.
Pendidikan
karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan,
dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan
masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan
begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari sistem
pendidikan karakter.
Semoga bermanfaat adanya.
Wassalam,
Salam sejahtera selalu,
Mochamad Choliq Heru Purnomo
Dikutip dari : SUMBER
Disponsori oleh :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar