Bismillahirahmanirahim
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Belakangan ini “ancaman kehidupan anak kian nyata. Anak-anak tumbuh dan berkembang dalam kehidupan yang diwarnai pelanggaran terhadap hak orang lain, kekerasan, pemaksaan, ketidakpedulian, kerancuan antara benar dan salah, baik dan tidak baik, perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Noviar Rahmat Rizki, yang sehari-hari bekerja sebagai trainer Lembaga Pendidikan di Rumah Anak Jenius Indonesia Jogja menerangkan pendidikan karakter memang seharusnya diterapkan sejak dini. Bukan hanya pendidikan akademik saja yang dipentingkan, karena sesungguhnya pendidikan karakter ini tidak kalah penting untuk anak-anak.
- SYNERGY WORLDWIDE
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Belakangan ini “ancaman kehidupan anak kian nyata. Anak-anak tumbuh dan berkembang dalam kehidupan yang diwarnai pelanggaran terhadap hak orang lain, kekerasan, pemaksaan, ketidakpedulian, kerancuan antara benar dan salah, baik dan tidak baik, perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Kondisi ini menimbulkan keprihatinan lagi karena
anak dibiarkan menelan semua informasi yang dia terima dari televise maupun
media cetak.
Oleh karena itu membangun kacerdasan moral anak
sangat penting dilakukan agar suara hati anak dapat membedakan mana yang baik
dan benar sehingga dapat menangkis pengaruh buruk dari luar.
Kegelisahan tentang pengaruh buruk informasi yang
diakses anak dengan mudah lewat teknologi informasi saat ini juga dirasakan
oleh Diani, 30, ibu satu anak yang tinggal di Kerten, Solo.
“Saya bingung, saat saya bekerja, anak saya tinggal
bersama eyangnya di rumah. Tapi kosa kata anakku yang diserap dari televise
makin bertambah, bahkan sekarang berani membentak-bentak orang tua termasuk
eyangnya juga,” kata Diani yang juga karyawan swasta di Solo.
Padahal anaknya lebih suka bermain play station dan nonton TV di rumah.
Anaknya jarang bermain dengan anak sebayanya di lingkungan perumahan. Berbeda
dengan Sapto, 36, ayah dua anak ini mengaku mempercayakan pendidikan anaknya di
sekolah fullday, sehingga pembentukan karakter anaknya lebih terarah.
“Kebetulan saya bekerja di kantoran yang pulang sore, jadi sekalian menjemput
anak pulang,” lanjutnya.
Sepulang di rumah, lanjutnya, dia memberi kesempatan anaknya untuk bermain dengan teman sebaya, anak tetangga sehingga
anak tidak kehilangan waktu bermain.
“Tapi kalau malam, anakku harus tepati jadwal
belajar yang dia buat sendiri dan kapan saat nonton TV. Saya tidak mau diktator
terhadap anak, sehingga dua anakku kuberi kesempatan belajar untuk mengatur
waktunya setiap hari.”
Menghargai Waktu
Dengan demikian, sambung Sapto, anaknya justru lebih
disiplin menghargai waktu. Bagaimana menanamkan nilai-nilai yang dapat
membentuk karakter ? Menurut Abdul Mujib, Guru Besar Psikologi Islam Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pengembangan karakter individu
dipengaruhi oleh dua faktor determinan yaitu faktor eksternal berupa kebudayaan
dan nilai serta faktor internal berupa aktualisasi potensi. Dikatakan Mujib,
karakter tidak dapat tumbuh dengan baik begitu saja melainkan membutuhkan
proses yang panjang. Pemberian asupan nilai dan kebudayaan-perilaku yang
berulang-ulang sehingga membentuk habit-membuat anak lebih praktis belajar dari
orang dewasa.
Sedangkan faktor internal berupa proses aktualisasi
potensi diri, sambung Mujib, membuat individu dapat memilah mana yang perlu
diaktualisasikan dan mana yang perlu dikendalikan.
“Persoalan kita lebih bagaimana mendesain rumusan karakter
yang mudah diimplementasikan dan diukur penerapannya sehingga nantinya memiliki
norma baku yang dapat dijadikan standard dalam menentukan baik buruknya
karakter individu,” jelas Abdul Mujib pada seminar nasional Aplikasi Psikologi Islam dalam Pendidikan
Karakter di Auditorium Universitas Muhammadiyah Surakarta ( UMS ), Sabtu,
(21/4).
Hal senada juga diungkapkan Listyo Yuwanto, Psikolog
yang juga Staf Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, pendidikan
karakter secara ideal ditanamkan sejak anak berusia dini. “Orangtua dan guru
memiliki peran yang penting dalam pendidikan karakter anak sejak usia dini,”
kata Listyo.
Pendidikan karakter pada anak usia dini dapat
diberikan melalui social stories,
yaitu cerita pendek dalam kehidupan sehari-hari yang memuat nilai atau perilaku
positif. “Salah satu metodenya dapat disampaikan lewat dongeng,” jelasnya.
Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan
bukan hanya di sekolah juga di rumah dan di lingkungan tempat tinggal maupun
lingkungan sekolah. Bahkan sekarang ini peserta pelatihan-pelatihan pendidikan
karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa.
Persaingan kualitas diri seseorang sekarang ini
kerap sekali muncul, bukan hanya dari faktor pendidikan namun juga dari
kualitas diri seperti tingkah laku atau pembawaan seseorang.
Saat itu, anak-anak masa kini akan menghadapi
persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai belahan Negara. Tuntutan
kualitas sumber daya manusia tentunya membutuhkan good character, karena bagaimana pun karakter merupakan kunci
keberhasilan individu.
Bisa diartikan bahwa karakter merupakan nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan dan kebangsaan. Karakter terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya dan adat istiadat.
Noviar Rahmat Rizki, yang sehari-hari bekerja sebagai trainer Lembaga Pendidikan di Rumah Anak Jenius Indonesia Jogja menerangkan pendidikan karakter memang seharusnya diterapkan sejak dini. Bukan hanya pendidikan akademik saja yang dipentingkan, karena sesungguhnya pendidikan karakter ini tidak kalah penting untuk anak-anak.
“Sebagai contoh, seorang psikopat itu biasanya
adalah orang yang pintar. Segala tindakannya sudah diperhitungkan terlebih
dahulu dengan cermat. Seseorang bisa menjadi psikopat karena karakter orang
tersebut buruk,” jelas Noviar.
Percaya Diri
Tujuan pendidikan karakter itu sendiri untuk
mengajarkan kepada anak agar memiliki kepercayaan diri yang tinggi sehingga
bisa membawa mereka masuk kesemua kalangan masyarakat. Selain itu anak juga
diajarkan untuk bisa menghormati orang lain. Yang perlu diingat memberikan
pendidikan karakter bukan semata-mata tugas pihak sekolah.
Dalam 24 jam anak hanya lima sampai enam jam berada
di sekolah. Sisanya anak berada di lingkungan sosial seperti keluarga dan
masyarakat. Disinilah peran penting keluarga dan orangtua sebagai pembentuk
karakter anak yang sesungguhnya. “Fungsi orangtua yang paling besar. Ibaratnya
orangtua lah yang paling besar menggoreskan tinta dalam lembar putih. Orangtua
adalah seseorang yang mencetak awal karakter anak sehingga dibutuhkan
keterampilan dan pengetahuan yang luas agar bisa membentuk karakter dengan
baik. Saat ini telah ada sekolah yang untuk orangtua supaya mereka bisa
membentuk karakter anaknya sejak dini,” terang Noviar.
Jadi pastikan Anda memberikan suatu kesempatan pada
anak Anda untuk melakukan apa-apa yang dia telah mampu lakukan. Itulah kunci
untuk membantu seorang anak memiliki karakter mandiri, percaya diri dan mempu
mengerjakan segala sesuatu dengan tanggung jawab penuh.
semoga bermanfaat adanya.
Wassalam,
Salam sejahtera selalu,
Mas Heru
Sumber : Dikutip dari Solopos, Minggu Pon, 29 April 2012.
Disponsori oleh : - PULSAGRAM
- SYNERGY WORLDWIDE