Bismillahirahmanirahim
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Florence
Litteur, penulis buku terlaris “Personality Plus” menguraikan, ada
empat pola watak dasar manusia. Sifat-sifat tersebut adalah sanguinis,
plegmatis, melankolis, dan koleris. Mengapa kita perlu memahami 4
karakter dasar manusia tersebut dalam mendidik anak? Mari kita simak..
Yang
pertama, kata Florence adalah golongan Sanguinis, “Yang Populer”.
Mereka ini cenderung ingin populer, ingin disenangi oleh orang lain.
Hidupnya penuh dengan bunga warna-warni. Mereka senang sekali bicara
tanpa bisa dihentikan. Gejolak emosinya bergelombang dan transparan.
Pada suatu saat ia berteriak kegirangan, dan beberapa saat kemudian ia bisa jadi menangis tersedu-sedu.
Namun
orang-orang sanguinis ini sedikit agak pelupa, sulit berkonsentrasi,
cenderung berpikir `pendek’, dan hidupnya serba tak beratur. Jika suatu
kali anda lihat meja kerja pegawai anda cenderung berantakan, agaknya
bisa jadi ia sanguinis. Kemungkinan besar ia pun kurang mampu
berdisiplin dengan waktu, sering lupa pada janji apalagi bikin
planning/rencana. Namun kalau disuruh melakukan sesuatu, ia akan dengan
cepat mengiyakannya dan terlihat sepertinya betul-betul hal itu akan ia
lakukan. Dengan semangat sekali ia ingin buktikan bahwa ia bisa dan akan
segera melakukannya. Tapi percayalah, beberapa hari kemudian ia tak
lakukan apapun juga.
Lain lagi dengan tipe
kedua, golongan Melankoli, “Yang Sempurna”. Agak berseberangan dengan
sang sanguinis. Cenderung serba teratur, rapi, terjadwal, tersusun
sesuai pola. Umumnya mereka ini suka dengan fakta-fakta, data-data,
angka-angka dan sering sekali memikirkan segalanya secara mendalam.
Dalam sebuah pertemuan, orang sanguinis selalu saja mendominasi
pembicaraan, namun orang melankoli cenderung menganalisa, memikirkan,
mempertimbangkan, lalu kalau bicara pastilah apa yang ia katakan
betul-betul hasil yang ia pikirkan secara mendalam sekali.
Orang
melankoli selalu ingin serba sempurna. Segala sesuatu ingin teratur.
Karena itu jangan heran jika balita anda yang `melankoli’ tak akan bisa
tidur hanya gara-gara selimut yang membentangi tubuhnya belum tertata
rapi. Dan jangan pula coba-coba mengubah isi lemari yang telah disusun
istri `melankoli’ anda, sebab betul-betul ia tata-apik sekali, sehingga
warnanya, jenisnya, klasifikasi pemakaiannya sudah ia perhitungkan
dengan rapi. Kalau perlu ia tuliskan satu per satu tata letak setiap
jenis pakaian tersebut. Ia akan dongkol sekali kalau susunan itu
tiba-tiba jadi lain.
Ketiga, manusia Koleris,
“Yang Kuat”. Mereka ini suka sekali mengatur orang, suka tunjuk-tunjuk
atau perintah-perintah orang. Ia tak ingin ada penonton dalam
aktivitasnya. Bahkan tamu pun bisa saja ia `suruh’ melakukan sesuatu
untuknya. Akibat sifatnya yang `bossy’ itu membuat banyak orang koleris
tak punya banyak teman. Orang-orang berusaha menghindar, menjauh agar tak
jadi `korban’ karakternya yang suka `ngatur’ dan tak mau kalah itu.
Orang
koleris senang dengan tantangan, suka petualangan. Mereka punya rasa,
“hanya saya yang bisa menyelesaikan segalanya; tanpa saya berantakan
semua”. Karena itu mereka sangat “goal oriented”, tegas, kuat, cepat dan
tangkas mengerjakan sesuatu. Baginya tak ada istilah tidak mungkin.
Seorang wanita koleris, mau dan berani naik tebing, memanjat pohon,
bertarung ataupun memimpin peperangan. Kalau ia sudah kobarkan semangat
“ya pasti jadi…” maka hampir dapat dipastikan apa yang akan ia lakukan
akan tercapai seperti yang ia katakan. Sebab ia tak mudah menyerah, tak
mudah pula mengalah.
Hal ini berbeda sekali
dengan jenis keempat, sang Phlegmatis “Cinta Damai”. Kelompok ini tak
suka terjadi konflik, karena itu disuruh apa saja ia mau lakukan,
sekalipun ia sendiri nggak suka. Baginya kedamaian adalah
segala-galanya. Jika timbul masalah atau pertengkaran, ia akan berusaha
mencari solusi yang damai tanpa timbul pertengkaran. Ia mau merugi
sedikit atau rela sakit, asalkan masalahnya nggak terus berkepanjangan.
Kaum
phlegmatis kurang bersemangat, kurang teratur dan serba dingin.
Cenderung diam, kalem, dan kalau memecahkan masalah umumnya sangat
menyenangkan. Dengan sabar ia mau jadi pendengar yang baik, tapi kalau
disuruh untuk mengambil keputusan ia akan terus menunda-nunda. Kalau
anda lihat tiba-tiba ada sekelompok orang berkerumun mengelilingi satu
orang yang asyik bicara terus, maka pastilah para pendengar yang
berkerumun itu orang-orang phlegmatis. Sedang yang bicara tentu saja
sang Sanguinis.
Kadang sedikit serba salah
berurusan dengan para phlegmatis ini. Ibarat keledai, “kalau didorong
ngambek, tapi kalau dibiarin nggak jalan”. Jadi kalau anda punya staf
atau pegawai phlegmatis, anda harus rajin memotivasinya sampai ia
termotivasi sendiri oleh dirinya (dikutip dari ahli.wordpress.com).
Seorang anak masih mudah ditebak, tanpa perlu menggunakan tes, untuk
bisa mengetahui kepribadian dasar mereka. Sebagai orangtua, kita perlu
mengetahui kepribadian dasar buah hati kita. Hal ini akan sangat
berguna. Manfaat tersebut antara lain:
1. Tahu bagaimana memperlakukan mereka.
Misalnya
kita memiliki anak yang sanguinis, dimana ciri-ciri dasar mereka adalah
suka berbicara dan sangat ekspresif. Beberapa orang tua merasa
khawatir, saat mengetahui buah hatinya sangat cerewet. Jangan sampai
kita membanding-bandingkan dengan orang lain, biasanya saudara
kandungnya, yang cenderung pendiam, dengan mengatakan,”Kamu bisa nggak
seperti kakakmu, pendiam, dan nggak suka bikin keributan.” Atau dengan
banyak melarang anak yang sanguinis untuk bicara. Jangan sampai
larangan-larangan kita melukai buah hati kita, dan harus menjadi “orang
lain”. Hal ini bisa menghambat pertumbuhan kedewasaan sang anak. Akan
lebih baik bila kita mengarahkan “kekurangan” sang anak tersebut menjadi
sebuah kelebihan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain, serta
demi kebaikan masa depan sang anak. Misalnya, dengan mengajarkan mereka
kata-kata yang baik, mengajari mereka menasihati, menghindarkan mereka
dari kata-kata yang kasar (yang bisa menyakiti orang lain), mengajari
mereka untuk berbicara dengan lembut (tidak dengan membentak), sehingga
nantinya saat mereka dewasa, mereka menjadi anak yang baik dalam
bertutur kata dan bertindak.
2. Mengenal potensi dan bakat anak
Untuk
poin yang kedua ini, saya akan mengambil karakter melankolis.
Kebanyakan anak melankolis memiliki bakat-bakat di bidang seni, misalnya
bermain piano, menulis, menggambar, dan masih banyak lagi. Hobi mereka
cenderung sesuatu yang membutuhkan konsentrasi dan membutuhkan waktu
untuk sendiri untuk mendapatkan hasil yang baik. Bila kita memiliki buah
hati yang bersifat melankolis, akan lebih baik bila kita mengarahkan
bakat mereka. Bila buah hati kita suka menulis, akan lebih baik bila
kita mendukung mereka dan membantu mereka agar bisa mengembangkan bakat
mereka. Kita bisa membelikan mereka buku-buku cerita yang mendidik,
memberikan ruang belajar khusus, tidak melarang mereka melakukan hobi
mereka (yang baik), dan memberikan dukungan terhadap hal-hal baik yang
mereka suka. Anak melankolis cenderung suka menyendiri. Tentu saja bila
kita terlalu banyak mereka menyendiri akan memberikan dampak yang tidak
baik bagi masa depan mereka, misalnya mereka bisa tumbuh menjadi anak
yang anti-sosial. Semua bakat mereka akan menjadi sia-sia bila mereka
tidak memiliki teman (yang bisa diajak saling belajar), tidak berani
tampil, males bersosialisasi, dan berbagai sifat-sifat anti-sosial
lainnya. Maka kita harus mengarahkan mereka agar mereka mau
bersosialisasi, misalnya dengan mengajak mereka jalan-jalan keliling
kampong (agar bertemu dengan tetangga dan anak-anak lain), meminta
mereka bergabung dalam organisasi sosial dan agama, mengikutkan mereka
dengan bimbingan belajar yang bersifat non-privat, mendorong mereka
untuk berani tampil (ikut lomba-lomba dan pentas seni), dan masih banyak
lagi. Siapa tahu meski buah hati anda termasuk orang-orang melankolis
yang bisa populer (karna karya-karya hebat mereka) seperti orang-orang
sanguinis (yang memang mudah terkenal karena cerewet dan suka
bersosialisasi).
3. Membentuk mereka agar memiliki kedewasaan yang utuh
Anak
yang “bossy” (berlagak seperti bos dan suka mengatur), adalah sifat
yang dimiliki oleh anak koleris. Bukan sifat yang buruk memang, semua
tergantung bagaimana kita mengarahkan mereka. Akan menjadi buruk bila
mereka menjadi susah diatur, dan maunya ngatur melulu tanpa pertimbangan
yang matang dan tanpa memikirkan perasaan orang lain. Kedewasaan yang
utuh yang saya maksud adalah kedewasaan dimana anak bisa menyesuaikan
dengan segala lingkungan sosial dan segala pribadi manusia. Karena tidak
mungkin pribadi anak bisa bertumbuh dengan baik bila dia memiliki 100
persen dari sifat dasar mereka. Semua orang yang ingin bisa diterima
oleh setiap orang harus belajar untuk memiliki dan minimal memahami
karakter yang lain. Itulah pentingnya bersosialisasi dan bimbingan dari
orang tua. Jadi meskipun buah hati kita berkarakter koleris, tetap
belajar memahami perasaan orang lain seperti anak melankolis, tetap bisa
belajar tersenyum meski hati sedang gundah seperti anak sanguinis,
meski suka mengatur dan cenderung ingin “berkuasa, namun tetap “cinta
damai” seperti anak plegmatis.
Untuk
bisa menjadi pribadi yang dewasa seperti itu, selain mengetahui
kekurangan mereka, mereka juga harus belajar menghilangkan atau minimal
mengontrol “kekurangan” mereka.
4. Mengendalikan kekurangan
Menghilangkan
kekurangan yang ada di dalam diri kita hampir tidak mungkin, karena
setiap orang pasti memiliki kekurangan. Yang paling mungkin dilakukan
adalah mengendalikan kekurangan. Misalnya sifat pemarah, banyak bicara,
dan terlalu pendiam. Kita bisa mengendalikannya dengan marah yang masih
memakai akal sehat, banyak bicara yang kata-katanya bisa memberikan
manfaat bagi diri sendiri serta orang lain, dan pendiam yang bisa
memberikan suasana damai kala terjadi pertengkaran. Bagaimana pun
caranya, kita harus mengajak buah hati kita pentingnya bersosialisasi
dan membimbing mereka. Cara terbaik untuk bisa mengendalikan kekurangan
seseorang adalah dengan belajar menerima kekurangan setiap orang. Cara
terbaik bisa menerima kekurangan setiap orang adalah dengan belajar
memahami setiap orang. Dan cara terbaik untuk bisa memahami setiap orang
adalah dengan cara bersosialisasi. Tentu saja buah hati kita masih
sangat membutuhkan bantuan dan bimbingan kita untuk bisa memiliki
kedewasaan yang utuh.
Semoga
artikel ini bermanfaat buat buah hati anda agar kita tidak “salah
didik”. Karena hal kesalahan dalam mendidik anak bisa membunuh karakter
anak dan potensi mereka.
Wassalam,
Salam sejahtera selalu,
Mas Heru
Disadur dari : SUMBER
Disponsori oleh : PULSAGRAM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar