Bismillahirahmanirahim
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Sekitar 2.000 tahun lalu, bapak ilmu kedokteran Barat, Hipocrates, berkata, "Let your food be your medicine and your medicine be your food". Ini bisa diartikan, pola makan yang sehat dan seimbang serta dari zat gizi makanannya dapat menunjang kesehatan seseorang secara optimal, sehingga kita dapat terhindar dari berbagai macam penyakit.
Timbul pertanyaan, dalam era
modernisasi dan globalisasi ini mampukah kita memenuhi pola makanan yang
seimbang? Sebagian dari kita tidak. Mungkin inilah yang menjadi latar
belakang tumbuhnya berbagai macam bisnis suplemen makanan demikian pesat
sehingga memberikan banyak peluang bagi para produsen untuk
memasarkannya.
Sebenarnya, perlu atau tidak
kita mengkonsumsi suplemen makanan dan seberapa banyak kita
membutuhkannya? Kondisi bagaimana saja yang diperbolehkan?
Suplemen makanan merupakan
makanan yang mengandung zat-zat gizi dan non-gizi; bisa dalam bentuk
kapsul, kapsul lunak, tablet, bubuk, atau cairan yang fungsinya sebagai
pelengkap kekurangan zat gizi yang dibutuhkan untuk menjaga agar
vitalitas tubuh tetap prima. Sebagai pelengkap, suplemen makanan bukan
diartikan sebagai pengganti (substitusi) makanan kita sehari-hari.
Suplemen makanan umumnya berasal
dari bahan-bahan alami tanpa tambahan zat-zat kimia walaupun pada
vitamin tertentu ada yang sintetis. Suplemen vitamin seperti asam folat
dalam bentuk sintetis memang lebih mudah terserap dalam tubuh, walaupun
vitamin E dari bahan alami jauh lebih baik penyerapannya daripada yang
sintetis.
Suplemen makanan digolongkan sebagai nutraceutical,
sedangkan obat-obatan masuk golongan pharmaceutical. Berbeda dengan
obat-obatan yang harus diuji efektivitasnya secara klinis mengikuti
serangkaian prosedur, suplemen makanan ini khasiatnya tidak perlu
dibuktikan melalui uji klinis. Sampai saat ini pun jenis nutraceutical
boleh dijual secara bebas tapi tidak boleh diklaim memiliki khasiat
untuk mengobati penyakit seperti halnya obat-obatan. Di Indonesia
suplemen makanan dimasukkan dalam golongan makanan, bukan obat.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 329/Menkes/Per/XII/76 menyatakan,
makanan sebagai barang yang untuk dimakan dan diminum tetapi bukan
sebagai obat.
Namun akibat pengaruh iklan yang
menarik bahwa suplemen makanan dapat menyembuhkan atau mencegah
penyakit ini dan itu, timbullah kerancuan. Tentu di sini peranan Ditjen
POM (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan), Departemen
Kesehatan RI, sangat penting dalam menentukan masalah labelling, claim,
serta etika periklanan untuk melindungi konsumen.
Radikal Bebas dan Antioksidan
Perkembangan
ilmu pengetahuan di bidang gizi dan kedokteran klinis kini banyak
mengungkapkan teori radikal bebas yang dapat menganggu kesehatan kita
sehingga mendorong para ahli untuk mengungkapkan cara pencegahannya dari
zat-zat antioksidan. Radikal bebas banyak mendapat perhatian karena
dianggap berperan cukup menonjol dalam proses terjadinya berbagai
penyakit degeneratif seperti arteriosklerosis, penyakit jantung, kanker,
proses penuaan, dll.
Dr. Kenneth H. Cooper's,
presiden Cooper Aerobics Center di Dallas, AS, dalam buku barunya
Revolusi Antioksidan menyatakan, terobosan berikutnya dalam ilmu
kedokteran preventif adalah antioksidan. Dengan latar belakang teori
radikal bebas dan antioksidan itu, kini salah satu jenis suplemen
makanan juga menawarkan zat antioksidan dalam bentuk kemasan beraneka
ragam. Beberapa studi yang telah dilakukan mengungkapkan, vitamin C,
vitamin E, beta karotin, dan selenium berfungsi sebagai antioksidan
untuk menangkal senyawa radikal bebas ini. Selain itu, zat non-gizi
seperti pigmen (likopen pada tomat, flavonoid, klorofil) dan enzim
(glutation peroksida, koenzim Q-10) juga berkhasiat sebagai antioksidan.
Zat gizi dan non-gizi ini sebenarnya dapat kita peroleh dari makanan
sehari-hari seperti sayuran, buah-buahan, tempe, dll. Namun sering
menjadi pertanyaan, sejauh mana kita memerlukan suplemen makanan ini
untuk mencukupi kebutuhan gizi yang dianjurkan bila kita sudah
mengkonsumsi makanan yang mengandung antioksidan ini?
Stres Perlu Suplemen Makanan
Sebagai
makanan tambahan atau pelengkap tentunya suplemen makanan harus
benar-benar dikonsumsi dalam kondisi yang tepat dan sesuai dengan
kondisi tubuh seseorang. Bila makanan yang dikonsumsi seseorang sudah
seimbang dan memenuhi prinsip "4 sehat 5 sempurna", cukup berolahraga,
cukup beristirahat atau tidur, hidup teratur, tidak stres bahkan bebas
dari cemaran zat polutan (udara, makanan, dan air), maka suplemen
makanan tentunya tidak dianjurkan untuk dikonsumsi karena kebutuan gizi
sudah dipenuhi dari makanan sehari-hari.
Namun, beberapa kondisi yang
perlu diingat sebagai latar belakang penggunaan suplemen makanan dapat
disimak sebagai berikut: dalam masyarakat modern dengan pola makan yang
tidak seimbang karena kesibukan dan kurangnya persiapan makanan dengan
menu seimbang atau kebiasaan mengkonsumsi makanan olahan seperti junk
food yang terkadang memakai zat pengawet atau zat tambahan agar makanan
tetap awet. Faktor itu akan mempengaruhi asupan zat gizi yang masuk ke
dalam tubuh. Belum lagi kurangnya waktu untuk berolahraga karena
kesibukan kerja, tidak cukup tidur dan istirahat, bahkan faktor stres
yang banyak melanda masyarakat terutama di perkotaan.
Dalam keadaan stres, tubuh akan
menguras cadangan gula darah (glukosa) dalam tubuh. Cadangan glukosa ini
akan diambil dari persediaan protein dan juga karbohidrat tambahan
untuk memenuhi energi yang banyak terbuang pada waktu stres. Rendahnya
jumlah serotonin dalam otak dapat memacu terjadinya stres, dan untuk
meningkatkan serotonin diperlukan konsumsi protein yang memadai termasuk
asam amino yang juga mendorong produksi serotonin.
Di samping itu, stres juga
memacu ginjal untuk meningkatkan pengeluaran beberapa mineral penting
dari tubuh seperti magnesium, seng, dan kalsium. Stres yang
berkepanjangan dan tidak segera diatasi dapat menghilangkan selera makan
seseorang sehingga kebutuhan zat gizi tidak dapat dipenuhi dari pola
makannya yang terganggu. Dalam hal seperti itu, suplemen makanan
diperlukan karena dapat membantu melengkapi kekurangan zat gizi.
Faktor lingkungan seperti
pencemaran udara yang dapat merupakan sumber radikal bebas bagi tubuh
kita kini juga tidak terlepas dari kehidupan kita. Salah satu bahan
pencemar udara itu antara lain timah hitam (Pb), hasil buangan dari
knalpot kendaraan yang menggunakan bahan bakar (bensin) yang mengandung
timah hitam.
Laporan Bank Dunia URBAIR 1994
menyatakan, dampak pencemaran timah hitam atau timbal menimbulkan 350
kasus penyakit jantung dan 62.000 kasus tekanan darah tinggi dengan
angka kematian 340 orang per tahun. Sumber radikal bebas lain dari
lingkungan di sekitar kita seperti asap rokok, radiasi sinar matahari,
sinar X, dll. Dalam hal ini suplemen makanan yang mengandung antioksidan
memang dapat membantu menetralkan radikal bebas dengan mengikat
elektron bebas dari sumber tersebut. Dengan memusnahkan radikal bebas,
kita dapat mengantisipasi dalam mengurangi kerusakan inti sel, membran
sel, dan sistem kekebalan tubuh serta meningkatkan perlindungan tubuh
kita.
Cegah Ketergantungan Terhadap Suplemen Makanan
Kondisi
lain yang juga perlu diperhatikan yaitu bahwa setiap manusia mempunyai
keunikan struktur (organ tubuh, jaringan, sel-sel) dan fungsi yang
berbeda dari yang lain sehingga untuk mencapai fungsi optimal kecukupan
gizinya pun berbeda. Dalam memenuhi fungsi tubuh optimal ini terkadang
memang diperlukan tambahan suplemen makanan baik berupa vitamin,
mineral, atau enzim tertentu, tapi tentunya harus dikonsultasikan dengan
dokter. Misalnya, seseorang yang sering mengalami diare atau gangguan
pencernaan karena kekurangan enzim percernaan tertentu dalam ususnya,
dapat dibantu dengan suplemen makanan tertentu sebagai tambahan obat
yang diresepkan dokter.
Selain itu faktor usia di mana
beberapa fungsi organ tubuh sudah menurun, seperti kurangnya penyerapan
zat gizi atau gangguan pada gigi yang menyebabkan sulit makan, terkadang
memerlukan suplemen makanan sebagai pelengkap kebutuhan asupan zat
gizi.
Penggunaan suplemen makanan juga
dapat bermanfaat untuk seseorang yang mengalami, misalnya, gangguan
kekurangan gizi seperti anemia pada ibu hamil atau menyusui,
avitaminosis, dan gondok. Juga bagi para perokok berat, peminum alkohol,
dan pengguna obat-obatan dalam jangka waktu lama seperti
anti-tuberkulosis yang memerlukan vitamin B6, pengguna obat antikejang,
kontrasepsi steroid, dan antibiotik tertentu yang dapat menyebabkan
defisiensi jenis vitamin atau mineral tertentu.
Seseorang dengan perilaku makan
yang sulit diubah sejak kecil hingga usia tua terkadang memerlukan
"koreksi" dengan suplemen makanan secara kualitatif dan kuantitatif
untuk mencapai gizi seimbang. Tentunya harus sambil diberi motivasi dan
pendekatan psikologis yang dapat merubah perilaku makannya agar tidak
timbul ketergantungan pada suplemen makanan terus- menerus.
Untuk membantu penyembuhan
penyakit kronik atau akut tertentu, selain obat-obatan dari dokter,
suplemen makanan juga dapat bermanfaat. Bahkan juga untuk penderita yang
dirawat di rumah sakit dengan keadaan gizi kurang diperlukan sebagai
penunjang pemulihan dan penyembuhan. Tapi penggunaan suplemen makanan
harus selalu dikonsultasikan dengan dokter karena penggunaan yang tidak
tepat dikhawatirkan menyebabkan gangguan penyerapan obat-obatan tertentu
atau interaksi antara obat dan suplemen makanan yang dapat menyebabkan
efek merugikan.
Suplemen makanan jangan dianggap
sebagai obat dewa yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Peranannya dalam membantu proses pencegahan dan penyembuhan serta
rehabilitasi penyakit tertentu memang bisa digunakan. Bukti-bukti ilmiah
untuk zat gizi tertentu seperti zat antioksidan, asam lemak esensial
(omega-3), memang sudah menunjukkan manfaatnya bagi kesehatan tubuh.
Bahkan dalam suatu seminar di FKUI pernah dibahas beberapa khasiat bahan
alami seperti temulawak, bawang putih, bawang merah, dan tempe sebagai
antioksidan penangkal senyawa radikal bebas. Kembali pada slogan "Aku
Cinta Makanan Indonesia" (ACMI), perlu diingat bahwa sebenarnya makanan
tradisional Indonesia dalam pola makan sehari-hari mengandung bahan
alami yang banyak mengandung antioksidan.
Konsumsi suplemen makanan
sebenarnya berawal dari konsep kembali ke alam: bahan-bahan alami
dikemas begitu rupa dalam bentuk kapsul, pil, dsb. Namun perlu diingat,
makanan segar yang beraneka ragam tetap lebih alami dan bermanfaat. Jadi
hendaknya, sebelum mengkonsumsi suplemen makanan, kita mempertimbangkan
segala aspek: kondisi tubuh, daya beli, dan manfaat yang diinginkan.
Mengkonsumsi suplemen makanan jangan dengan alasan mengutamakan gengsi,
terbawa mode, atau memenuhi faktor sugesti.
Semoga bermanfaat adanya.
Wassalam,
Salam sehat selalu,
Mas Heru
Disponsori oleh : PULSAGRAM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar